Kebaikan dan Ketulusan

19.35 0 Comments


Siang - siang pas bulan puasa, scroooooll tiktok nih pas lagi istirahat, nemu video yang bagus maknanya. Jadi tentang kebaikan dan ketulusan, sekilas dua kegiatan ini saling berhubungan tapi ternyata tak selalu, mereka terlihat saling berdampingan tapi tidak juga. Orang yang melakukan kebaikan sering bertujuan atau mengharapkan untuk membuat orang lain dan dirinya senang dan bahagia, kebaikan ini tak serta merta selalu didampingi dengan ketulusan , karena ketulusan itu adalah hanya saat berbuat kebaikan itu sendiri.

Ini relate banget sama apa yang terjadi dalam hidupku sendiri beberapa tahun ke belakang dan saat saat sekarang. Inget banget, dulunya aq suka banget random bikin kejutan buat orang orang terdekat, ya saat itu mikirnya adalah ya pasti mereka senang lah dikasih kejutan, disaat melakukan kebaikan itu dulu ada harapan dan ekspektasi bahwa yang diberikan kejutan pas ulang tahun, atau ngajak makan adikku makanan kesukaannya itu tu bikin mereka happy dan inginnya mereka pasti happy, tapi saat terjadi, ternyata sering diluar ekspektasi, kayak adek yang pas diajak makan taunya udah makan, atau udah janjian sama temen, atau orang yang dikasih kejutan ternyata malah bingung dari siapa dan bikin pusing orang lain. Dan ternyata seringkali ada terbersit rasa kecewa ketika kita melakukan kebaikan tapi ternyata hasilnya gak sesuai dengan yang kita inginkan.

Dulu aq yang muda(uhuuuuyyy), gak ngerti kayaknya kenapa ketika berbuat kebaikan tapi hasilnya adalah kekecewaan, ternyata itu karena ketulusan itu sendiri tidak diajak saat melakukan kebaikan, bukan berarti tidak baik. Melakukan kebaikan adalah hal yang baik, tapi disertai ketulusan tentu lebih baik. Lebih seperti tidak menggantungkan ekspektasi kita kepada orang lain dengan perbuatan yang kita lakukan. Dan tidak mengharapkan imbalan atas kebaikan yang kita lakukan pasti lebih menenangkan. Karena kita melakukan kebaikan hanya karena kita tulus ingin berbuat baik kepada siapapun dan kapanpun.



0 comments:

Pendidikan Sebagai Cita-Cita Tak Berbatas Usia

21.09 0 Comments

Bapak ibu adalah orang Yogya asli yang bertransmigrasi ke Bangka Belitung karena ditugaskan disana sebagai PNS. Dulunya mereka tidak bisa memilih akan ditempatkan di daerah mana, ketika penempatan ditetapkan maka akan di alokasikan langsung ke daerah penempatan dan tentu saja itu bukan di kota, tapi di daerah daerah terpencil. Pada masa itu bapak adalah lulusan SGO( Sekolah Guru Olahraga) dan ibu lulusan SPG(Sekolah pendidikan guru) , jadi jaman dulu itu setara dengan SMA pada saat sekarang. Kalau pernah dikisahkan, mungkin ini berat untuk bapak ibu yang tinggal di yogyakarta dan serba ada tetapi harus pindah ke daerah terpencil untuk mengabdi yang alhamdulillah mereka benar benar menjalani pengabdian itu sampai masa pensiun dengan penuh totalitas.

Kami tinggal di sebuah desa dan sekolah di SD negeri yang cukup baik kala itu, SDN yang terbaik di desa itu karena memiliki fasilitas yang cukup baik dari segi lingkungan dan ruang sekolahnya. Bapak mengajar di SD yang sama tempat kami sekolah sedangkan ibu di sekolah yang berbeda tapi tak jauh dari lingkungan kami tinggal. Berasal dari orang tua yang bukan penduduk asli, membuat kami berbeda dengan anak anak yang lain, kemampuan beradaptasi dan berani sepertinya sudah dilatih sejak kami kecil. Dari SD saya dan adik kakak sudah sering diikutkan dalam lomba lomba yang diselenggarakan oleh sekolah, membaca buku juga adalah kegiatan sehari hari yang sering kami lakukan. masa kecil kami nampak seperti cerita pada buku-buku pelajaran SD😂.

Sebagai perantauan, kami tidak sering mudik, tapi setiap mudik, selalu ada pengalaman yang diajarkan orang tua kepada kami. Saya masih ingat, bagaimana kami mudik menggunakan kapal untuk sampai ke jakarta yang menempuh waktu 24 jam. Dulu pesawat memang sudah ada, tapi tidak segampang seperti saat sekarang. Dari jakarta kemudian kami menggunakan bus untuk sampai ke jogja. Semakin besar, kamipun mencoba mudik menggunakan berbagai macam transportasi baik menggunakan kereta, dari mulai ekonomi sama executive. Percayalah kawan, butuh moment mudik untuk menikmati semua pengalaman itu hihi, lalu barulah kami mudik mulai menggunakan pesawat, setiap mudik bapak ibu selalu memberikan pilihan untuk kami mencoba transportasi yang belum pernah kami naiki.

Kalau bicara soal pendidikan, orang tua kami sepertinya membuat itu seperti hal yang paling utama di hidup anak anaknya. Sejak SMP kakak tertua saya sudah harus berpisah dari kami untuk hidup ngekos dan pulang 1 minggu sekali, agar bisa sekolah di salah satu SMP di kota, tidak terbayang rasanya bagaimana anak sekecil itu sudah berpisah dari orang tuanya, belajar untuk mandiri memperjuangkan pendidikannya.

Saat kelas 3 SD orang tua kami juga membuat rumah di kota, dengan tujuan anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang lebih baik, dan rela setiap harinya pulang pergi dari kota ke desa menempuh jarak 30 menit dalam 1 kali perjalanan. Jangan membayangkan jalanan kota seperti yogyakarta ya hehe, karena jalanan yang dilalui adalah aspal yang kanan kirinya adalah hutan belantara dan diselingi beberapa desa, dan sudah mereka jalani selama 35 tahun lebih hingga kami dewasa.

Kalau saat ini saya bercerita, saya mungkin bisa membayangkan betapa orang tua saya sangat gigih dalam memperjuangkan pendidikan anak anak bahkan pendidikan beliau beliau sendiri. Sebagai orang tua bekerja, memiliki 3 anak, bapak ibu masih terus melanjutkan sekolahnya, saya ingat dulu beberapa bulan sekali bapak ibu harus ke palembang untuk menempuh ujian, dimulai dari pendidikan DII , DIII bahkan sampai saya SMA bapak ibu kuliah S1.Jadi tak heran jika pendiidkan sampai kuliah adalah hal wajib yang harus kami jalani sebagai anak-anaknya tanpa terkecuali. beliau berdua adalah panutan bagi kami anak-anaknya.

Bukan hanya soal pendidikan formal, bapak ibu juga mendukung bakat bakat kami di bidang lainnya asal tetap bertanggungjawab pada sekolah. Seperti adik yang suka melukis, diasah kemampuannya dengan dilengkapi alat alat yang menunjang, kakak yang suka memasak dan mengikuti lomba di antar jemput untuk melakukan praktek di sekolahnya hampir setiap hari. Kami sepertinya dibebaskan untuk berani mengambil keputusan asal berani menggung resikonya. Pernah ada kejadian saking pengennya ngeband di kelas 3 SMA sampai nilai raport urutan ke 25, bapak ibu gak marah, cuma waktu itu deg degan dipanggil ke meja makan😂😂. 

Dulu saat udah mau kuliah,bapak bahkan membuat rapat dengan para wali murid agar kami para siswa bisa mengikuti ujian mandiri untuk masuk UGM dengan biaya yang agak minim, iya UGM kampus yang menjadi cita cita banyak orang, untuk test saja kami harus datang langsung ke jogja yang mengeluarkan biaya cukup banyak kala itu. Apakah masuk? tentu tidak 😂😂, tapi mudah mudahan ya bisa menempuh pendidikan disana, amiin.

2008, berangkatlah saya ke Yogyakarta untuk kuliah, sendiri. yup sendiri tanpa diantarkan orang tua, dan bukan hal yang istimewa sebenarnya, karena mendaftar sekolah seorang diri itu sudah dilakukan sejak SMP. Sampai dijogya bukan main herannya, bertemu banyak orang dari berbagai macam suku dan daerah, sangat terheran heran, bahkan saya menyadari toleransi saya minim kala itu, merasa aneh jika orang berbeda dengan kita. Tapi ternyata bukan hanya belajar di perguruan tinggi saja ilmu yang kita dapatkan, tapi proses untuk menyelesaikan pendidikan itu sendiri berpengaruh dalam kehidupan  kita sehari hari.Di Yogyakarta saya mencari tempat kuliah sesuai dengan jurusan yang saya inginkan. kos dengan teman teman dari berbagai daerah dan berbagai jurusan membuat saya semakin lama semakin maklum bahwa setiap orang itu berbeda dan dididik dengan pola asuh dan pola pikir yang bermacam macam. 

Perjalanan kuliah saya tidak selalu lancar, bahkan saya pernah pindah kuliah dari univ ke sekolah tinggi karena akreditasi jurusan yang saat itu masih C, orang tua saya memastikan saya aman untuk kedepannya. Tapi justru itu yang menjadi titik balik ternyata. Pindah PT ternyata membuat saya takut, takut ternyata sia sia, takut jika tidak lulus tepat waktu seperti rekan rekan saya lainnya, banyak ketakutannya saat itu.

Moment itu memantikkan diri saya unjuk berjuang lebih dari sebelumnya, saya mulai masuk organisasi, mulai mengatur target kuliah, dan berusaha menyeimbangkan diri antara organisasi dan kuliah, belajar mengenal diri saya sendiri😂😂.  Dulu awal awal kuliah ikut organisasi, presentasi di depan teman - teman sendiri aja langsung pengen ke toilet, siapa yang ngerti sekarang malah berkerja dengan jobdesk presentasiii teruss dan bertemu berbagai macam orang. lmu itu memang bisa didaptakan dari mana aja, memang gak harus dari pendiidkan formal, bagus juga kalau juga menjalani pendidikan informal. Tapiii percayalah, pendidikan itu mengajarkan kita tentang aturan, tentang toleransi, tentang manajemen waktu, yang menjadi bekal meminimalisir resiko yang kita hadapi dalam menjalani hidup.

Saat ini sudah 14 tahun ternyata saya di Yogyakarta, meninggalkan tanah kelahiran saya dan bersyukur dengan kehidupan yang sama miliki saat ini. Rasanya tidak mungkin kualitas hidup saya sebaik ini tanpa perjuangan orang tua saya dalam mengarahkan saya pada pendidikan yang lebih baik. Bahkan setelah menjadi ibu untuk 2 anak, saya menyadari betapa pentingnya pendidikan sebagai bekal kita menjalani peran individu agar dapat bermanfaat untuk orang orang disekeliling kita. Pendidikan itu patut untuk diperjuangkan sampai usia kapanpun.





0 comments:

Akhirnya Menyerah Dengan Keadaan !

20.01 0 Comments

Hari ini hari pertama kembali ke kantor, setelah 2 tahun kerja dari rumah. Rasanya...sangat menyenangkan haha. Jadi ceritanya saya mulai memutuskan untuk memadukan bekerja dari rumah dan dari kantor dengan porsi yang hampir sama. karena ternyata setelah 2 tahun menjalani wfh saya mulai merasakan kegelisahan yang memang mungkin dulunya sudah ada tapi saya masih bisa kendalikan. Menjalani 2 peran dalam 1 kantor ternyata membuat saya tidak fokus ketika menjalaninya sekaligus dengan peran saya sebagi ibu dan istri di rumah. Awalnya menyenangkan, kemudian berjalan 1 tahun sangat menyenangkan, tapi masuk ke tahun kedua, sepertinya mental saya cukup terganggu dengan pola seperti ini.

Sampai akhirnya saya memutuskan untuk mengakhirinya di tahun ini dengan tegas hehe, sebenarnya gak langsung berhenti, saya rasa saya cukup memberikan waktu untuk saya berpikir bagaimana kondisi saya sebenarnya. Saya coba menemukan diri saya kembali dengan merenung di akhir tahun, mencoba memberikan afirmasi positif di awal tahun, bahkan melakukan agenda perjalanan dinas untuk mencari diri saya kembali. Sebenarnya saya takut gak bersyukur dengan nikmat yang saya dapatkan saat ini, bekerja di rumah dengan bisa mendampingi anak anak adalah harapan ibu ibu pada umumnya.

Tapi kemudian saya refleksikan kembali ke diri saya, apakah dengan membersamai anak anak sambil bekerja, adalah yang paling tepat untuk kami saat ini? saya kembali merenung, mungkin itu tepat untuk kondisi 2 tahun yang lalu, tapi untuk kedepannya mungkin saya harus kembali ke zona tidak nyaman atas pilihan saya sendiri. Untuk lebih bertanggungjawab atas pekerjaan yang saya lakukan, untuk lebih fokus dengan peran yang saya jalani dan tentu untuk kesehatan saya sendiri.

Di rumah mungkin banyak hal yang selama ini tidak pernah terbayangkan, meeting dengan beberapa orang dalam waktu bersamaan, meeting sambil masak, mendampingi anak sekolah, mengajak si kecil bermain. Tapi saya menyadari semua itu hanya seperti angin lalu, tidak fokus pada setiap pekerjaannya,

Saya ingat sore itu, perjalanan dinas pertama pada tahun 2022, adalah jalan pertama saya meyakinkan pilihan , bahwa saya masih mau bekerja dengan tanggungjawab penuh di perusahaan ini atau harus bagaimana. Karena jujur saya 2 tahun ini saya merasa pekerjaan saya tidak maksimal, saya bisa menyelesaikan deadline tapi melewati proses yang ada, pada malam haripun walaupun seharian di rumah fisik saya rasanya lelah, pikiran saya rasanya berat, yang tentu saja berefek ke orang orang di rumah.

Saya adalah orang yang suka dengan ritme yang teratur, berfokus pada target dan merasa di berikan energi ketika bisa mencapainya, saya suka dengan jadwal yang sibuk, bisa berbagi peran diantara banyaknya peran tapi efektif serta berkualitas, dan perasaan senang ketika melewatinya tentu berimbas pada orang orang terkasih saya.

Jadi di pertengahan Januari ini saya menyerah dengan keadaan , mencoba mengambil langkah baru dengan pilihan saya sendiri dengan mempertimbangkan resiko yang ada, hari ini energi saya sudah mulai naik, walaupun baru 1 hari, bismillah untuk hari hari selanjutnya...

0 comments: